The Replacement Wife / Chapter 1

Gambar

 

Cast : Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Kim Ryeowook, Lee Hyukjae aka Eunhyuk, Cho Min Sae & Cho Min Yoo (OC), Leeteuk (GS), Kangin, Choi Siwon || Genre : Angst, Romance || Length : Chaptered || Warning : BL, Shounen-ai, M-preg || Disclaimer : Remake dari novel yang berjudul sama karya Eileen Goudge, ada perubahan dan tambahan seperlunya || Summary : Sungmin, salah satu comblang paling dicari di Seoul, berhasil bertahan melewati masa paling sulit. Ibunya meninggal ketika ia masih kecil, meninggalkan ia dan adiknya tanpa ayah. Dan kini ia berhasil mengalahkan kanker dalam pertempuran pertama. Namun ketika kanker menyerangnya kembali, Sungmin merasa tak berdaya membayangkan Kyuhyun, suami yang setia menemaninya berjuang, menjadi orang tua tunggal bagi anak-anak mereka. Karenanya Sungmin bertekad—menggunakan keahlian utamanya—mencari pasangan yang tepat sebagai pengganti dirinya. Tapi apa yang terjadi ketika keinginan terakhir berubah menjadi ‘hati-hati dengan keinginanmu’? Bagi Kyuhyun dan Sungmin, akhir yang sempurna datang dalam permainan takdir yang tak diketahui siapa pun.

 

*ah, aku tahu FF-FF yang sebelumnya banyak yang belum aku lanjutin tapi aku malah nambah yang baru. Aku benar-benar minta maaf. Moodku lagi ga begitu bagus akhir-akhir ini, setiap kali mau lanjutin FF-FF yang belum selesai, selalu berakhir dengan cuma ngeliatin layar tanpa ngetik huruf satu pun. Semua cerita udah ada di dalam kepala tapi entah kenapa susah banget dikeluarinnya. Akhirnya, iseng, aku mencoba meremake novel ini. Ceritanya menarik dan aku suka. Semoga hasilnya tidak mengecewakan. Terima kasih sudah membaca FF-ku dan yang bersedia meninggalkan jejaknya. And please, be patient with me.

 

Have a good day ^^

 

No bash. No copas/plagiarism. Don’t like, don’t read. Don’t be silent reader.

I warn u!

 

 

~Presented by@Min kecil~

 

 

 

Namun cinta itu buta dan para pecinta

tak dapat melihat kebodohan indah yang telah mereka perbuat

~”The Merchant of Venice” by William Shakespeare~

 

 

 

Chapter 1

 

“Kami bersenang-senang,” ujar Leeteuk di ujung telepon.

 

Sungmin merasakan hatinya melesak dan botol sampanye yang dibukanya dalam khayalan untuk merayakan ini mendesis. Dalam bidang pekerjaannya, ia telah belajar membaca perbedaan kecil dan perubahan suara seperti seorang peramal membaca daun teh. Ini tak berjalan baik, pikirnya. Brengsek. Tadinya ia amat yakin.

 

“Tapi?” tanyanya dengan nada lembut.

 

Ada jeda panjang di seberang telepon, kemudian Leeteuk berkata pelan,

“Yah. Dia pria baik dan semacam itulah. Tapi dia masih belum melupakan mantan istrinya. Bisa dibilang aku tahu lebih banyak tentang mantan istrinya dibandingkan dia tahu lebih banyak tentang aku.”

 

Sungmin menahan desahan. Jelas sekali, pesan berukir yang dipahat pada papan di atas pintu depan agensi Heart to Heart telah gagal diserap oleh Mr. Kapok: Kau yang masuk ke sini harus meninggalkan segala percakapan mengenai mantan. Mungkin Sungmin seharusnya mewajibkan klien-kliennya menunggu minimal satu tahun setelah perceraian sebelum datang padanya.

 

“Apa lagi yang kalian bicarakan?” tanyanya.

 

“Oh, kau tahulah, pekerjaannya, pekerjaanku…fakta bahwa kami berdua jatuh cinta pada panjat tebing dan musik jazz.” Leeteuk menjawab dengan nada bosan. “Seperti yang kubilang, Kangin pria hebat,” ia mengulangi tanpa semangat.

 

“Jadi tidak ada ciuman?”

 

“Apa?” Leeteuk tergelak gugup. “Oh, itu. Tidak. Sama sekali tidak.”

 

“Jika kau menilai kencan ini dari satu sampai sepuluh…?”

 

“Entahlah. Mungkin lima?”

 

Sungmin tahu Leeteuk sedang berbaik hati. Membicarakan mantan secara berlebihan itu lebih dari merusak segalanya, itu setara dengan memberikan reaksi tak antusias. Sungmin menahan desahannya lagi dan tanpa sadar menyibak rambutnya, sesaat seperti biasa, terkaget oleh ketebalannya. Rambut yang setelah tiga puluh sembilan tahun kehidupannya tertata sangat baik. Dan setelah rontok akibat kemoterapi, rambut itu tumbuh lagi, hadiah penghiburan dari Tuhan.

 

Sungmin tersenyum.

“Tak perlu cemas. Ini hanya karena belum cocok, itu saja. Kita akan terus berusaha.”

 

“Kau masih berpikir dia ada di luar sana?” tanya Leeteuk lirih.

 

‘Dia’ yang dimaksud Leeteuk adalah seseorang yang tinggi, tampan, baik, kebapakan, dengan selera humor yang bagus, memiliki gaji minimal enam angka. ‘Dia’ mengendarai mobil mahal, memiliki tempat tinggal bukan menyewanya, dan hidup di lantai atas di lingkungan kelas atas. ‘Dia’ memiliki tubuh bugar, tangkas di lapangan tenis dan juga ruang rapat. ‘Dia’ yang diutamakan dalam memesan meja-meja di restoran, mengetahui perbedaan gnocchi dan gnudi dan tahu ketika mendiskusikan anggur dengan ahli anggur. ‘Dia’ seorang kekasih yang berpengalaman, yang tahu cara menyenangkan wanita. Dan terakhir tapi bukan yang tak penting, ‘dia’ tidak akan pernah, dalam situasi apa pun, selingkuh darinya.

 

Klien-klien wanita Sungmin yang memiliki kedudukan tinggi ingin kehidupan pribadi mereka seperti apa yang diusahakan di tempat kerja: posisi di mana mereka merasa berkedudukan, dengan segala tunjangan dan keuntungan. Terlalu muluk untuk kebaikan sederhana dan senyum mengagumkan.

 

Sungmin tidak memiliki daftar keinginan ketika bertemu Kyuhyun. Di masa lalu ia tak terlalu berpengalaman untuk tahu apa yang ia lakukan sekarang di usianya yang hampir empat puluh. Saat masih remaja, ia tak punya petunjuk apa yang ia cari dari seorang pasangan. Hampir bisa dibilang ia beruntung mendapatkan Kyuhyun. Sungmin mengharapkan hal yang sama untuk Leeteuk seperti juga semua kliennya: bahwa mereka tak akan terlalu terbutakan oleh keinginan, hingga gagal melihat apa yang ada di depan mata.

 

“Tentu saja,” jawab Sungmin.

 

“Kau tak berpikir aku terlalu pemilih, kan?”

 

“Kau ‘kan punya kedudukan.”

 

“Tapi jika dia masih tak muncul saat aku empat puluh tahun, dengan resmi kunyatakan dia hilang dalam tugas.”Leeteuk terkekeh kecil pada humornya sendiri.

 

Sungmin menutup telepon, merasa lebih terpacu ketimbang patah semangat. Dia ingat mengapa dia memilih profesi ini. Seperti kubus Rubik percintaan: menantang, ya. Tapi juga memiliki kepuasan mendalam ketika berhasil membuat semua warna yang sama berjajar. Sebagian besar itulah keahliannya, menemukan seseorang yang cocok dengan syarat-syarat klien atau memenuhi kebutuhan bawah sadar mereka. Namun seorang mak comblang juga harus tahu ketika harus mengikuti kata hati. Dan dinilai dari angka kesuksesan Sungmin dalam menjodohkan orang—lebih dari tiga ratus kencan yang sudah terlaksana—pasti ia telah melakukan sesuatu yang benar.

 

Sungmin bukanlah apa-apa jika tak gigih. Ini kegigihan yang sama yang terus membuatnya bertahan ketika berada di ambang pintu kematian tahun lalu. Tahun itu, mengambil kutipan Ratu Elizabeth, telah menjadi annus horriblis pribadinya. Pertama, diagnosis yang menggemparkan. Diikuti radiasi dan kemo, kemudian kankernya yang melanjutkan serangan bertubi-tubi, transplantasi pencangkokan sel yang membuatnya berjuang keras melawan segala hal dari sariawan hingga infeksi darah. Bahkan setelah keluar dari rumah sakit, berhari-hari dia merasa kelelahan, sering mual dan demam. Kendati demikian, dia memaksa diri untuk bekerja kapan memungkinkan. Dan ketika rambutnya rontok, ia membeli wig mahal dari sebuah toko khusus di Gangman. Dan yang terpenting, Sungmin menaati peraturan utama: Jangan pernah bercerita tentang penyakitnya. Klien-kliennya tak perlu memprihatinkannya sementara mereka meresahkan masa depan mereka yang tak pasti.

 

“Luna, hubungi Kim Kangin,” Sungmin berseru pada asistennya.

 

Luna duduk di satu-satunya meja lain yang ada di kantor kecil di agensi itu, di lantai 29 gedung Hearst di Seoul. Sebagian besar bisnis agensi ini bertempat di luar kantor, jadi ruangan besar dan mewah akan sia-sia. Rapat-rapat bersama klien di adakan di restoran atau café, atau jika klien berasal dari luar kota, Sungmin pergi ke sana untuk bertemu mereka (dengan biaya dari mereka). Di meja kerja Luna berdiri foto berbingkai band rock yang semua anggotanya wanita, band dimana Luna dulu merupakan gitarisnya. Di sebelah foto itu, ada satu gelas martini besar dari suatu acara promosi. Di meja dekat dinding ada iPad dock yang berbagi tempat dengan mesin espresso, dan kursi empuk dimana mereka biasa minum kopi serta boneka burung beo, suvernir dari perjalanan ke LA, America, belum lama ini, dan sebuah bantal rajutan dengan slogan Kiss a frog…You might get lucky.

 

“Dia sedang rapat,” Luna memberitahu setelah menahan panggilan telepon. “Sekertarisnya ingin tahu apakah ini urusan mendesak?”

 

Mendesak? Tentu saja, batin Sungmin. Jika ada pelajaran yang bisa diambilnya adalah hidup itu teramat singkat. Dan Mr. Kapok tidak akan bertambah muda. Pria itu membayar mahal Sungmin untuk membantunya menemukan istri, tapi sejauh ini dia sudah menyabotase tiga kencan dengan tiga wanita berbeda. Laporan-laporan yang datang terdengar hampir serupa. Malam dimulai dengan cukup menjanjikan, kemudian pasangan saling terpikat, suasana semakin nyaman, obrolan beralih ke mantan istri. Kangin bahkan tak pernah menyadari hal itu separuh waktu kencan dan selalu penuh sesal setelahnya. Tapi sisi positifnya, Kangin tak pernah mengelak ketika Sungmin menunjukkan kesalahan-kesalahannya, dan tak seperti pria lain, para orang penting di Seoul yang mengutamakan pencitraan, Kangin tak terlalu mementingkan penampilan.

 

Ketika mereka makan siang bersama di Patsy’s di pertemuan pertama mereka, setelah Kangin memberitahu Sungmin tentang dirinya yang baru saja bercerai dan keinginannya untuk mencari istri baru, Sungmin hanya mengajukan satu pertanyaan. Pertanyaan yang sama yang diajukannya pada semua calon klien yang masih memulihkan diri setelah perceraian.

 

“Kau yakin sudah siap menghadapi ini? Karena aku punya firasat kau belum melupakan mantan istrimu.”

 

Saat itu Kangin menyunggingkan senyum sedih sebelum menjawab,

“Apa yang bisa kukatakan? Yah, aku masih memikirkan mantan istriku. Mungkin lebih daripada seharusnya. Tapi bukankah itu terhitung sesuatu? Itu menunjukkan aku pria yang perhatian.”

 

“Jika ingin perjodohan ini berhasil, pertama-pertama kau harus mendapatkan seseorang yang perhatian padamu,” kata Sungmin tegas. “Dan itu, kuyakinkan, tak akan terjadi jika dia merasa bersaing dengan mantan istrimu.”

 

Kangin meletakkan tangan di depan dada.

“Aku akan bersikap sangat baik, aku janji.” Ikrarnya saat itu.

 

Janji palsu, pikir Sungmin sekarang. Secercah kejengkelan membuncah walau sudah berusaha untuk dipadamkannya. “Tidak. Suruh dia meneleponku balik,” katanya pada Luna.

 

Luna menutup telepon, mengembalikan perhatiannya ke layar komputer, dimana data Kangin ditandai.

“Haruskah aku memasukkannya ke Gagal Total atau Masih Ada Harapan?”

Sungmin menghela napas.

“Dia hanya perlu menyesuaikan diri, itu saja,” katanya

 

“Sepertinya lebih gawat daripada itu,” canda Luna.

 

Sungmin melemparkan tatapan menengur pada Luna. Karena Kim Kangin akan mengendalikan portofolio Sungmin, maka dia berharap dapat segera melihat hasilnya. Kangin seharusnya berharap banyak darinya.

 

Luna menggeleng heran.

“Kau tak pernah berhenti ya?”

 

Sungmin tersenyum lebar.

“Tidak. Aku tak kenal kata itu.”

 

Beberapa menit kemudian, Sungmin berada di toilet. Setelah buang air kecil, ia merapikan penampilannya untuk janji temu berikutnya dengan penulis yang akan mewawancarainya untuk artikel majalah More. Sungmin diam sejenak di depan cermin, menatap pantulannya seakan-akan menatap kenalan lama yang tak sengaja berjumpa. Akhir-akhir ini, Sungmin selalu merasa agak mengejutkan setiap kali dia menatap cermin. Rambut tebal berwarna hitam sebagai pengganti kepala yang botak. Tak seorang pun yang akan mengenalinya sebagai salah satu pria berwajah kurus kering dan menggunakan pita merah muda dari kelompok pendukung yang bertahan hidup dari kanker. Mata foxy-nya telah kembali berbinar, seperti cincin kawin di jemarinya dulu, cincin emas yang disematkan Kyuhyun hampir dua puluh tahun yang lalu, yang kemarin lebih sering berada di laci karena terus-menerus merosot dari jarinya. Dan kini cincin itu telah kembali ke tempat seharusnya berada.

 

Sungmin sangat bersyukur pada Tuhan karena memiliki suami yang dapat diandalkan. Meskipun perkawinan mereka pernah mengalami benturan sebelum dia sakit, Sungmin tak pernah merasa begitu berterima kasih pada Kyuhyun seperti ketika Sungmin sebotak telur, dengan tulang-tulang menonjol. Ketika berbaring di pelukan Kyuhyun, Sungmin seolah bayi burung tanpa sayap yang dapat terinjak-injak. Kyuhyun selalu mendampinginya. Dan setiap kali memeluknya, Kyuhyun selalu berbisik di telinganya,

 

“Kau kuat. Kau akan mampu melewati ini.”

 

Dan memang begitu. Meski setelah kankernya lumpuh dan kekuatannya kembali tumbuh, Sungmin masih merasa rapuh dalam beberapa hal. Ada malam-malam dimana dia berbaring di tempat tidur tak mampu terlelap, ketakutan lama berputar-putar seperti hantu yang menggelisahkan; terjaga di jam-jam ketika dia merasa ada udara dingin berhembus di atas tengkuknya. Sungmin tak memberitahu Kyuhyun mengenai ketakutan-ketakutan itu. Bukankah dia sudah cukup melibatkan Kyuhyun?

Sungmin kembali ke kantor dan mendapati Luna sedang memeriksa menu yang dikirim lewat faks oleh jasa catering, untuk acara meet & greet bulan selanjutnya. Agensi ini selalu mengadakan acara setiap Jumat minggu pertama, terbuka untuk semua klien mereka, yang biasanya mencapai 25 hingga 100 tamu. Prasmanan makan malam merupakan pengeluaran tambahan, tapi setiap koinnya begitu berharga. Dalam bidang pekerjaan Sungmin, presentasi adalah segalanya. Makanan enak dan anggur yang layak, cahaya lampu temaram dam musik romantis terus menjadikan acara ini bukan sekedar acara makan biasa. Tamu-tamu yang datang terinspirasi untuk berpakaian rapi, bukan mengenakan pakaian kerja. Semua berdandan menawan dan menunjukkan penampilan mereka yang paling gemilang.

 

“Pukul dua kau harus menelepon untuk mengkonfirmasi,” Luna memberitahu tanpa mendongak.

 

Sungmin memeriksa jam dan berpikir sejenak. Cukup waktu untuk sampai ke Mandarin Oriental cafe, yang terletak tiga blok dari sini, tempat dia akan bertemu dengan penulis yang akan mewawancarainya.

 

“Oh, dan jangan lupa pukul 3.30, kau ada janji temu dengan dokter.” Luna mengingatkan. Ia memiliki pikiran seperti papan induk komputer ketika mengingatkan janji temu.

 

Sungmin tertawa kecut.

“Seakan aku bisa lupa.”

 

Hari ini Sungmin akan mempelajari hasil Pet-scan2 terakhirnya, momen nyata yang kerap menjulang di atasnya bagaikan pedang Damocles. Sungmin memakai jas hujan Burberry-nya dan menyambar payung—mengingat seminggu ini cuaca sedang gerimis, hujan bulan April seolah tak menunjukkan tanda-tanda menyerah secepatnya pada bulan Mei yang penuh bunga-bunga ceria—dan bila Sungmin dapat mempersenjatai diri mengadapi kemungkinan besar kabar buruk, paling tidak dia harus tetap kering.

 

~+~+~+~

 

Jika Sungmin tak berpengalaman, dia pasti sudah menjadikan Kim Hyuna sebagai calon klien. Penulis itu tampak pada akhir tiga puluhan, dengan presentasi lemak tubuh seorang atlit Olimpiade dan rambut pirang tampak alami yang hanya dapat dijangkau oleh seseorang dengan pendapatan enam angka. Jenis wanita yang paham lebih baik berpenampilan menawan dengan kaus dan jins alih-alih pakaian dengan label perancang. Yang, jika dia mencari suami (karena dia tak memakai cincin, jadi dapat dipastikan dia belum menikah), hal ini akan dilihat sebagai pemikat, bukan penangkal bagi perawan tua yang kesepian.

 

“Bagaimana menurutmu tentang mereka yang memandang perjodohan sebagai hal yang kolot?” Hyuna tersenyum saat mengajukan pertanyaan itu pada Sungmin, alat perekam berputar di meja di antara mereka.

 

Sungmin tergelak hambar. Baginya itu kesalahpahaman yang lumrah. Sungmin bukanlah orang kolot. Para mak comblang dunia-lama mengutamakan kerendahan hati dan kebijakan, sedangkan Sungmin mengutamakan gaya, pengamatan tajam, dan tak ada kekangan.

 

“Kita sudah jauh dari masa-masa mak comblang kuno. Klien-klienku adalah pria dan wanita professional yang tahu apa yang mereka inginkan. Mereka memutuskan kapan dan dengan siapa mereka akan menikah. Dan percayalah, mayoritas dari mereka tak punya masalah menemukan kencan-kencan sendiri.”

 

Hyuna menatap Sungmin heran.

“Bukan ingin terdengar kasar atau apa, tapi mengapa mereka membutuhkanmu?”

 

“Mereka sibuk dengan karier dan tak punya waktu untuk mencoba hal baru,” jelas Sungmin. “Atau pada beberapa kasus, mereka telah gagal beberapa kali dan tak mempercayai insting mereka sendiri.”

 

Hyuna menaikkan satu alis.

“Tapi bukankah itu hanya standar tinggi dari penggermoan?”

 

Sungmin sedikit mengernyit mendengarnya. Lagi-lagi kesalahpahaman, kali ini sungguh tak sopan. Sungmin berjuang untuk menyembunyikan ketidaksabarannya. “Klien-klienku mencari pasangan hidup, bukan seseorang untuk diajak bercinta,” jawabnya datar. “Ini masalah pencarian sesuatu yang sederhana. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun bagi mereka untuk mencari, sedangkan aku bisa menyelesaikannya dalam beberapa minggu atau bulan.”

 

Si penulis samar-samar terlihat kecewa tak mampu untuk memprovokasi Sungmin, tapi cepat-cepat dia pindah ke pertanyaan selanjutnya. “Jadi, Sungmin ssi, apa rahasia mendapatkan pasangan yang baik, dalam pengalamanmu?”

 

“Sebagian besar kesamaan latar belakang dan kepentingan. Itu, dan juga kesukaan pada hal yang sama.” Sungmin diam sejenak sebelum melanjutkan dengan hati-hati. “Aku juga harus tetap memikirkan beberapa, hmm, pilihan berdasarkan fisik.”

 

Hyuna memutar bola matanya, sesaat mengesampingkan sikap profesionalnya.

“Yang benar saja. Berdasarkan pengalamanku? Sebagian besar pria fraternitas terobsesi dengan payudara besar.” katanya.

 

Sungmin, sadar terhadap perekam yang berputar, tidak berkomentar kecuali untuk mengatakan,

“Aku tak bisa menyangkal penampilan berada di puncak daftar keinginan sebagian besar klien priaku, dan begitu juga dengan klien wanita. Meski aku mendapati wanita lebih bersedia mengabaikan…kekurangan tersebut jika sisa paketnya mereka sukai.”

 

“Maksudmu jika prianya sangat kaya?” si pirang tergelak sinis.

 

“Yah, benar, seperti itu.” Ujar Sungmin. Tak ada gunanya menyangkal. “Tapi uang bukan segalanya.”

 

Dan Sungmin membenarkan perkataannya sendiri di dalam kepalanya. Dia tidak menikah karena uang. Kyuhyun adalah mahasiswa kedokteran yang hidup dengan susah payah saat itu. Kurus kering dan amat membutuhkan potong rambut, berkulit pucat seperti seseorang yang menghabiskan hari-hari dengan membenamkan hidungnya di depan buku. Dan yang membuat Sungmin tertarik pada Kyuhyun, selain betapa tampannya dia dengan rambut itu awal mulanya, adalah kecerdasannya.

 

“Sebagian besar yang mereka inginkan adalah seseorang yang pintar dan baik serta memiliki selera humor.”

 

“Dan jago di ranjang,” Hyuna menambahkan dengan tawa memahami.

 

Sungmin tersenyum dan menyesap tehnya. Mata si pirang jatuh ke tangan kiri Sungmin.

“Kulihat kau sudah menikah.”

 

“Hampir dua puluh tahun.” Ekspresi wajah Sungmin merileks saat senyum tulus pertamanya hari itu mengembang.

 

“Bagaimana kau dan istrimu bertemu?”

 

Sungmin terkekeh sesaat mendengar pertanyaan itu.

“Yang benar adalah suami. Aku menikah dengan seorang pria.”

 

Sejenak mata Hyuna terbelalak lebar, terkejut menatap Sungmin, sementara yang dipandang kembali menyesap tehnya dengan santai, seolah tidak ada yang salah dengan pernyataannya barusan. Kemudian mata si pirang berubah penasaran dan tertarik.

 

“Erm…baiklah. Kalau begitu, bagaimana kau dan suamimu bertemu?” Hyuna mengulang pertanyaannya dengan sedikit merubah kalimatnya.

 

“Percaya tidak kalau kubilang telepon bunuh diri?” Sungmin tertawa pada tatapan terkejut pada wajah Hyuna. Yah, cerita itu memang tak pernah gagal mendapatkan respon terkejut. “Jangan khawatir, tak ada satu pun dari kami yang bunuh diri,” lalu buru-buru dia menambahkan. “Aku mengkhawatirkan temanku, dan Kyuhyun yang mengangkat teleponnya.”

 

“Sungguh romantis.” Komentar Hyuna getir.

 

“Begitulah, kau takkan pernah tahu dimana akan menemukan belahan jiwamu.”

 

Hyuna menjatuhkan pandangan ke meja, mencondongkan badan ke depan untuk mengatur volume perekam. Dia memeriksa catatan sebelum beralih ke topik selanjutnya. “Setahuku, kau konselor perkawinan sebelum menjadi mak comblang. Mengapa pindah karier, jika tak keberatan dengan pertanyaanku?”

 

“Ceritanya panjang,” kata Sungmin. “Versi pendeknya, aku lelah berada di sekeliling pasangan yang tak bahagia sepanjang hari. Sekarang, sebaliknya, aku berperan sebagai Cupid. Lebih memuaskan.”

 

Sungmin pikir dia melihat tatapan murung melintasi wajah si pirang saat berkomentar,

“Kau pasti sudah melihat banyak perkawinan.”

 

Sungmin tersenyum.

“Menurutmu begitu, kan? Tapi aku tak selalu diundang oleh mereka semua.”

 

“Benarkah? Mengapa begitu?”

 

“Tidak semua orang ingin diketahui bahwa mereka membutuhkan jasa perjodohan.” Sungmin mengendikkan bahu dengan ringan. “Tak masalah. Selama kisah mereka berakhir bahagia, itulah yang penting.”

 

“Jadi kau percaya dengan akhir bahagia?”

 

Sungmin diam sejenak memikirkan suami dan anak-anaknya, Min Sae yang berusia empat belas tahun dan Min Yoo yang berusia delapan tahun. Terlepas dari cobaan tahun lalu, Sungmin merasa dia sangat beruntung. Tak banyak orang dengan usia hampir empat puluh tahun yang dapat mengatakan mereka memiliki semuanya dan serius ketika mengatakannya: keluarga yang penuh kasih, dan karier yang memenuhi. Juga kesehatannya, meski tampaknya dia tak dapat sepenuhnya menghitung hal itu.

 

“Ya,” jawab Sungmin mantap. “Aku sangat percaya seseorang akan mendapatkan jodohnya. Beberapa orang hanya perlu sedikit bantuan untuk menemukan seseorang yang istimewa itu.”

 

Hyuna tersenyum dan bersandar kembali, menyilangkan kaki rampingnya dan meletakkan buku catatan di atas satu lutut. “Di situlah kau berperan.”

“Tepat sekali.”

 

“Bagaimana mereka menemukanmu?”

 

“Sebagian besar dari rekomendasi. Tapi kebanyakan hanya dengan mengobrol-nngobrol.”

 

Sungmin memang ramah. Ketika masih kanak-kanak, ibunya sering kali memarahinya karena bicara dengan orang asing. Namun itu tetap tidak menghentikan Sungmin untuk bicara dengan siapa pun. Entah itu tamu wanita di pesta, pria tak dikenal di toilet umum, atau bahkan teman duduk di pesawat. Pernah sekali, dalam perjalanan dari Seoul ke Jeju, Sungmin terjebak mengobrol dengan seorang wanita paruh baya yang menarik. Ketika pesawat mendarat dia sudah mengetahui bahwa suami yang telah dinikahi wanita itu selama empat puluh tahun telah meninggal empat tahun lalu dan wanita itu akhirnya siap untuk berkencan lagi. Sungmin memberikan kartu nama kepadanya, dan enam bulan kemudian dia berdansa di pernikahan wanita itu.

 

Setelah menceritakan kisah itu, Sungmin melirik jam tangannya. Lima belas menit menjelang pukul tiga. Dia harus pergi sekarang jika ingin sampai di tempat dokter tepat waktu. Tiba-tiba perutnya terasa melilit. Kendati hasil dari dua Pet-scan terakhirnya tak menunjukkan tanda-tanda kankernya kambuh, dia tak pernah mampu menghadapi momen nyata itu tanpa merasa ketakutan. Dia berdiri, menandakan wawancara usai.

 

“Hubungi aku jika kau punya pertanyaan lagi,” kata Sungmin sembari menjabat tangan si pirang.

 

“Terima kasih untuk waktumu. Akan kuberitahu ketika artikel ini terbit. Oh, satu lagi,” ucapnya saat Sungmin berbalik pergi.

 

Sungmin menangkap pesan ragu-ragu dalam suara wanita itu dan berpikir, ini dia.

“Ya?” tanyanya riang.

 

Hyuna merona, membuatnya mirip seperti seorang anak sekolah dan bukannya seorang wanita dewasa.

“Hanya penasaran. Apa kau, hmm, punya seseorang yang mungkin menurutmu tepat untukku?”

 

~+~+~+~

 

Choi Siwon, M.D.. dokter hermatologi dan onkologi Sungmin menyapa dengan keriangan yang seperti biasa, membuat Sungmin langsung merasa sedikit tenang. “Sungmin, kau satu-satunya pria yang kukenal yang berhasil tampak sesegar bunga daisy bahkan ketika di luar turun hujan.” Sapa sang dokter.

 

“Ini pasti ada hubungannya dengan layanan mobil sewaku,” jawab Sungmin sambil tergelak.

“Bagaimana pundakmu?”

 

“Masih agak nyeri. Aku yakin ini bukan apa-apa. Kau tahu kami yang berkepribadian Tipe A, cenderung berlebihan saat di gym. Mungkin hanya kram otot.” Sungmin memijat pundak kanannya, sambil sedikit meringis.

 

Sang dokter mengangguk pelan, tak berkomentar apa-apa.

“Ayo kita ke kantorku.”

 

Sungmin lagi-lagi merasa tegang. Saat ia melangkah menuju ke kantor Siwon, Sungmin merasa seolah takdir tengah menantinya di balik pintu itu. Kepalanya mengingat kembali bagaimana tidak nyamannya ia menjalani semua tes itu, harus berbaring diam selama satu jam di dalam alat pemindai sementara radionuklida yang telah disuntikkan ke aliran darahnya mulai bereaksi. Tapi itu hanya kerepotan kecil jika dibandingkan dengan kecemasan yang membuat perut terasa bergolak ketika menunggu hasilnya. Sungmin membayangkan tubuhnya sebagai pelancong yang dalam perjalanan menuju tempat tujuan rahasia. Dan sekarang dia sudah tiba.

 

Sungmin berjalan ke tempat duduk nyaman dimana dia dan sang dokter dulu duduk untuk urusan-urusan yang tak terhingga banyaknya, mendiskusikan hasil tes dan pilihan-pilihan perawatan sambil menikmati teh. Bahkan dalam cuaca hujan seperti ini, ruangan itu dipenuhi cahaya, dan walau melihat ke luar melewati tiang-tiang jendela ke seberang jalan, terdapat rumah sakit tempatnya menghabiskan jam-jam suram. Sungmin memandang keluar jendela dan merasa terhibur oleh tanda-tanda musim semi yang akan menjelang: rerumputan segar serta bunga-bunga yang sedang tumbuh, bergoyang terkena semilir angin bagaikan panji-panji bendera berwarna terang yang mengumumkan acara pembukaan akbar.

 

Lalu Sungmin menoleh pada Siwon yang duduk di seberangnya, mengeluarkan setumpuk cetakan komputer dari sebuah amplop manila yang dikirim dari laboratorium. Tanpa berkata-kata, Siwon membentangkannya di meja di depan Sungmin, seperti ahli nujum meletakkan kartu Tarot. Sungmin mengamati kertas-kertas itu. Setelah tahun lalu, dia menjadi mahir membaca hasil tes, seperti ahli medis professional, maka dia langsung tahu apa yang sedang ditatapnya sekarang. Waktu terasa bergerak lamban hingga akhirnya membeku.

 

Sungmin merasakan pembuluh darah di lehernya mulai berdenyut-denyut. Kemudian dia mengangkat kepala dan menatap mata dokter hermatologi dan onkologinya lekat-lekat. Mata cokelat yang waspada, seolah memberitahukan tantangan.

 

“Apa ini artinya seperti apa yang selama ini kupikirkan?” tanya Sungmin.

 

*1 Pet-scan (Positron Emission Tomography) : teknik khusus pengambilan citra tubuh dengan menggunakan radioaktif untuk mengukur aktivitas metabolis dan fungsi jaringan pada tubuh.

 

 

Tbc

27 pemikiran pada “The Replacement Wife / Chapter 1

  1. Asssiiik….ada ff baru…
    Kyaknya bakal hurt ni, siap-siap nangis buat Chap2 selanjutnya…
    Masih penasaran gimana kehidupan rumah tangga Kyumin,
    Ini gak DC kan…?
    Kayaknya, bagian sedihnya saat Ming nyari penggantinya buat Kyu deh…gak bisa bayangin aku…
    Ayolah, cepat updet…
    jgan lama2 ne, penasaran sama ceritanya.
    Aku kangen baca Kisah KyuMin yang sampe bisa nguras airmata…
    Lanjuuuuuttt…

  2. annyeong.. dr crita’nya kliatan nya bkal pnjang nich… tp ak pnasaran ma kyumin., apa penyakit sungmin makin prah?? trus siapa calon yg bkal di cri sungmin buat kyu yaaaa??? jd pnasaran.. lanjutttt

  3. Annyeong..
    Ad yg baru nih 😀
    KyuMin udah nikah yaa..udah punya anak keluarga yg bahagiaa..
    Bakalan lama ni, dan aku menunggu kehadiran ryeowook di ff ini 😉
    Hehehe
    Hwaiting

  4. keliatannya ni cerita sedih banget, apalagi sungmin …
    Ngak kebayang gimana sedihnya dia waktu divonis kena kanker … Gimana takutnya dia karena hidupnya dibayang2in sama penyakit … Dan gimana resahnya dia waktu dia mikirin gimana kehidupan kyuhyun, kalau dia ngak bisa selamat ngelawan tu kanker …
    Haduhhh, kalo saya udah ngak kuat itu …
    Tpi alhamdullilah kyu nya ngak nyerah buat nyemangatin ming, trus dia jga selalu disisi ming buat lindungin ming …
    Ahhh, so sweetnya kyuminnn :* ❤
    lanjuttttt…. !

  5. Aq baca summary FF ini dan ngerasa klo hubungan Kyumin nantinya pasti bakalan rumit dan makin berat. Min udh bnyk bgt dpt cobaan dan selalu berhasil tp buat yg kali ini kayaknya dia yg ga yakin ya ^^
    Siap2 air mata kayaknya nih buat chap2 dpn..
    Gumawo buat ffnya MinKecil..
    Ditunggu lanjutannya 🙂

  6. Berasa udah lama bgd gak apdet ff little sshi~ seneng bgd ada ff baru… tp sebenernya masih nunggu yg lama apdet sih kkk~
    Ceritanya bakalan sedih nieh… mingnya jgn sampe meninggal ya… gk rela bgd ming nyari pengganti dia buat kyu…

  7. wah ff baru..
    Cerita.a bgs dan mengarah k ff hurt.
    Min.a lg cek up,apa penyakit.a kambuh lg???apa min bsa melahirkan/mengadopsi ank?
    Penasarannn
    Lanjut min kecil jgn lama” ya update.a 🙂

  8. Ming penyakitan, bakalan sad ending sepertinya -_-
    Ming jd mak comblang, ah mau dunk dicomblangin ma Yeye #plaaaaakkk

    Anak2 Min apa anak kandung atau anak adopsi??
    Kyu lum nampak, hanya ditampakkan dalam gambaran/obrolan saja.

    Sik lanjut ke chap 2

  9. ming kena penyakit kanker lg y..
    siapa y org yg dicari ming untuk menggantikan posisi.a??
    tp menurutku g akan pernah ada org yg bisa menggantikan posisi ming bagi kyu..
    berharap ntar tamat.a tetap Kyumin..

  10. aku bru tau ad ne ff hehe
    nh loh apa tuh hasil scan Ming apa penyakitnya kambuh lgi? jgn dong kan ksian Ming klo blik sakit lgi stelah berjuang buat sembuh n ngejalani hari2nya dgn lbih baik. Moga az dia sehat

Tinggalkan Balasan ke sira Batalkan balasan